0
Profil dan Biografi Susi Pudjiastuti Menteri Kelautan dan Perikanan
Susi Pudjiastuti  pemilik dan sekaligus Direktur Utama Susi Air secara resmi ditunjuk oleh Presiden Joko Widodo-Yusuf Kalla sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan RI. Pengusaha sukses yang hanya lulusan SMP ini merupakan anggota Kabinet Kerja paling nyentrik diantara anggota Kabinet lainnya. Selain kebiasaan merokok, Susi Pudjiastuti juga memiliki tato di kakinya. Hal pribadi ini sempat menjadi obrolan tak berkesudahan di dunia sosial hingga Jokowi pun  ikut nimbrung dan menjelaskan kepada public.
Berikut tulisan di akun Facebook Ir H Joko Widodo yang telah diverifikasi sebagai akun resmi Jokowi:
"Sebelum diangkat menjadi Menteri Perikanan dan Kelautan, Bu Susi Pudjiastuti bicara pada saya,
"Pak saya surprise, Bapak angkat saya jadi Menteri, sebelumnya saya sering disebut gila karena saya keras melemparkan ide dan mengeritik ke menteri-menteri sebelumnya soal masalah perikanan dan kelautan, tapi Bapak kok percaya pada saya?"

Saya jawab enteng saja, "Ya Saya memang butuh orang 'gila' untuk melakukan terobosan". 
Lalu Bu Susi tertawa.

Saya senang dengan cara kerja Bu Susi yang dalam jam-jam pertama pekerjaannya membuka kesadaran publik bagaimana potensi laut kita dicuri nelayan asing, juga target-target atas Kementerian Perikanan dan Kelautan yang bisa memberikan devisa pada negara.

Selain sukses di bisnis transportasi udara Susi Pudjiastuti  juga merupakan pemilik dan Presdir PT ASI Pudjiastuti Marine Product, eksportir hasil-hasil perikanan khususnya Lobster yang terkenal di Jepang dan Hong Kong.

Berikut adalah profil dan Biografi Susi Pudjiastuti  yang dirangkum dari beberapa sumber.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti lahir di Pangandaran Jawa Barat, 15 Januari 1965 dari pasangan Haji Suwuh dan Hajjah Suwuh Lasminah. Keluarganya adalah pedagang Kerbau dan sapi, yang membawa ratusan ternak dari Jawa Tengah untuk diperdagangkan di Jawa Barat. Tanah ayahnya banyak, antara lain kolam-kolam ikan dan kebun kelapa untuk dipanen dan dijual kopranya. Sang ayah juga mengusahakan beberapa buah perahu untuk para nelayan mencari ikan dengan sistem bagi hasil. Di tengah keluarga berkecukupan itu Susi tumbuh dan besar.

Susi Pudjiastuti bersekolah di SD Negeri 8 Pangandaran antara tahun 1972-1977, dan lalu ke SMP Negeri 1 Pangandaran pada 1978-1980. Setamat SMP ia sempat melanjutkan pendidikan ke SMA. Namun, di kelas II SMAN Yogyakarta dia berhenti sekolah.
Kegagalannya itu bukan karena ia malas belajar sebab perempuan berambut ikal ini amat suka belajar dan membaca buku-buku teks berbahasa Inggris. Saat itu, ia mengisahkan tentang bagaimana suatu kali ia tergelincir di tangga, lalu tubuhnya menggelinding ke bawah dan baru berhenti ketika kepalanya terbentur tembok dinding sekolahnya

Susi Pudjiastuti memulai karir sebagai Pengusaha dan Eksportir Hasil Perikanan
Seusai memutuskan keluar dari bangku SMA, pada 1983, ia pulang ke Pangandaran dan mencoba berjualan aneka barang seperti baju, bedcover, dan sebagainya namun kemudia ia tinggalkan. Ia tersadar potensi Pangandaran sebagai tempat pendaratan ikan yang amat potensial dengan hasil yang melimpahdi pesisir selatan Pulau Jawa.

Tahun 1983, berbekal Rp750.000 hasil menjual gelang keroncong, kalung, serta cincin miliknya, Susi menjadi peserta lelang di TPI (tempat pelelangan ikan). Ia cuma perlu menaksir cepat berapa harga jual ikan-ikan di keranjang yang sedang ditawarkan juru lelang, memperkirakan kepada siapa ikan-ikan itu akan dijual, dan dengan cepat memutuskan untuk membeli ikan-ikan yang dilelang itu.
Walaupun mendapat banyak hambatan, hanya dalam tempo setahun Susi bisa menguasai pasar Pangandaran dan Cilacap . Ia juga memiliki ratusan perahu yang digunakan nelayan di Pangandaran dan Cilacap. Usaha yang ditekuni wanita pecinta olahraga selancar (surfing) dan fotografi ini pun terus berkembang. Ia menyasar Jakarta sebagai pemasok ikan, yang menurut perkiraannya penduduknya memerlukan pasokan banyak ikan. Untuk memastikan ikan yang dikirim ke Jakarta dalam kondisi segar, ia menyewa mobil.

Setelah cukup modal, ia pun lantas membeli truk, dengan sistem pendingin es batu, dan membawa hasil laut ke Jakarta. Dari sekadar membawanya langsung ke pasar-pasar di Jakarta, sampai kemudian ia menemukan ‘orang’ yang mau menerima langsung ikan-ikan yang dibawa truk-truknya. Bahkan kemudian ia dipercaya oleh beberapa pabrik sebagai pemasok tetap ikan segar untuk ekspor.

Hingga akhirnya berhasil mengeskpor produk-produknya pada tahun 1995 dari pabrik sewaan. Baru tahun 1996, ia mendirikan pabrik pengolahan ikan dengan label Susi brand di bawah naungan PT ASI Pudjiastuti Marine Product. Ia pun terkenal sebagai eskportir berbagai jenis ikan dan udang serta lobster hidup kualitas nomor satu ke Jepang, Hong Kong dan negara lainnya.

Mendirikan Penerbangan Susi Air
Sukses sebagai eksportir lobster hingga udang tidak lantas membuat Susi menjadi cepat puas. Ia melihat adanya persoalan di dalam transportasi produk perikanan di wilayah Jawa bagian selatan. Karena transportasi masih susah, membuat kualitas produk perikanan menurun padahal harga tertinggi adalah saat ikan dalam kondisi hidup dan segar. Berangkat dari sana, terbesit di benak wanita yang fasih berbahasa Inggris tersebut untuk memiliki pesawat sendiri.

Mulai tahun 2000an, ia mencari mencari perbankan yang bersedia memberi pembiyaan. Perjuangan Susi Pudjiastuti  tak mudah karena kerap ditolak permohonannya oleh bank. Baru 4 tahun kemudian atau pada tahun 2004, ada sebuah bank BUMN yang bersedia memberi kredit untuk mendatangkan 2 unit pesawat baling-baling bertipe Cessna Grand Caravan yang digunakan untuk mengangkut ikan terutama lobster dari Pangandaran sampai Jakarta.

Baru sebulan tiba dan membantu mengangkut produk perikanan, Susi terketuk hatinya melihat bencana tsunami yang menerpa bumi Serambi Mekkah, Aceh. Ia memperoleh kabar bahwa ribuan orang meninggal dunia dan moda transportasi darat di sana terputus. Hanya angkutan udara lah yang bisa menjangkau seluruh wilayah Aceh guna membawa bantuan hingga tim medis. Bermodalkan uang pribadi, Susi berniat meminjamkan dan membiayai operasional pesawat miliknya untuk membantu saudara-saudara di Aceh selama 2 minggu. Organisasi dunia (NGO) ingin tetap menggunakan pesawat milik Susi untuk mengirimkan bantuan dan sukarelawan di Aceh. Mereka pun bersedia menyewa 2 unit pesawat miliknya. Disanalah awal mula si penjual ikan asal Pangandaran itu terjun ke dalam bisnis penerbangan.

Saat terjun ke dunia penerbangan, maskapai milik Susi belum memiliki nama. Akhirnya seorang reporter televisi CNN menamai maskapainya dengan sebutan Susi Air. Dari hanya mengoperasikan 2 unit armada Cessna Grand Caravan, kini Susi Air mengoperasikan 50 unit armada berbagai tipe. Yang terbaru, Susi Air mendatangkan 4 unit pesawat Dornier 228-202 dengan kapasitas 19 penumpang.
Susi Air juga melayani penerbangan berjadwal dan carter. Mayoritas penerbangan berjadwal Susi Air adalah penerbangan ke bandara-bandara yang memiliki keterbatasan infrastruktur dan kondisi geografis sulit. Dari 750 bandara di Indonesia, Susi Air telah masuk dan melayani sampai ke 200-an bandara. Guna mendukung penerbangan, Susi Air merekrut hampir 200 penerbang. Mayoritas pilot yang bekerja di Susi Air adalah penerbang asing.

Selama hampir 9 tahun lebih berbisnis di dunia penerbangan, perjalanan Susi Air tidak selalu mulus. Armada Susi Air pernah mengalami kecelakaan. Selain itu, Susi Air kerap menghadapi persoalan birokrasi yang dinilai paling menghambat industri.

Post a Comment

 
Top